“Totto Chan” siapa yang tak mengenal salah satu tokoh utama dalam Novel “Toto Chan-Gadis Cilik di Jendela”. Novel yang menceritakan tentang keriangan seorang gadis cilik saat ia masuk ke sekolah baru dan sangat menunggu-nunggu untuk terus masuk sekolah setiap pagi dan berharap tidak mendengar bel keluar sekolah. Apakah cerita pada novel itu masih bisa kita lihat di dunia nyata? Di mana setiap pagi anak-anak riang gembira mengucapkan salam kepada kedua orangtuanya izin untuk berangat ke sekolah, dengan menggunakan tas ransel di pundaknya berlari-lari kecil, bernyanyi, sambil tertawa lepas menyusuri jalan hingga sampai di depan gerbang sekolah.
Saat ini jarang sekali menemukan hal-hal yang menyenangkan seperti itu lagi di wajah-wajah lugu kecil usia kelas 1 SD hingga 6 SD, yang ada saat ini jika kita bertanya mengenai “bagaimana sekolahnya hari ini?” pasti jawaban mereka akan senada “yaa gitu deh, cape banyak banget PR (Pekerjaan Rumah) nya”, begitu banyak keluhan yang mereka ungkapkan saat ditanya mengenai kegiatannya di sekolah
Apakah ini salah mereka yang terlalu mementingkan bermain? Apakah ini salah orangtua mereka yang kurang memperhatikan kegiatan di sekolahnya? Ataukah ini salah guru mereka yang terlalu banyak memberikan PR untuk mereka? Atau apakah ini kesalahan pemerintah yang seringkali mengganti kurikulum pembelajaran seenaknya? Ya, jika kita bisa saling tuduh menuduh maka akan banyak yang akan menjadi tuduhan alasan mengapa minat belajar siswa pada akhir ini sangat menurun dan itu akan seperti benang kusut yang tidak akan pernah kita temukan ujungnya.
Mengangkat kisah dari novel “Totto Chan” memang sangat menarik bagi dunia pendidikan. Di mana, sekolah bisa di jadikan tempat bermain dan berekspresi sesuai dengan dunia main mereka. Guru-guru dengan senang mendengarkan ocehan dan cerita lugu murid-muridnya, membaca dan menulis sesuai dengan apa yang mereka lihat disekitarnya. Setiap hari kegiatan belajar mengajar sangatlah riang, tidak terlihat sedikitpun rasa muram, capek, letih dan stress di wajah-wajah lugu bocah kelas 1 SD hingga 6 SD. Berangkat di pagi hari dan pulang di sore hari, terus menerus mereka lakukan setiap hari tanpa terlihat beban belajar yang mereka hadapi.
Indah bukan kisah semangat belajar yang di angkat dari kisah novel “Totto Chan”?. Ya, mungkin itu hanya sebuah novel fiksi yang entah berantah kebenaran dari isi ceritanya. Tapi, mungkin itulah yang didambakan oleh semua siswa sekolah dasar yang notabene masih memerlukan waktu bermain disela-sela kegiatan belajar mereka di sekolah.
Entah sistem kurikulumnya kah yang harus diubah lagi? Atau peran guru di sini sangatlah penting? Tapi yang pasti anak-anak sekolah dasar memerlukan suntikan semangat lebih untuk belajar lagi sehingga antara semangat belajar dengan semangat bermainnya akan seimbang agar semangat tersebut tidak luntur dan akan menjadi titik tumpuan semangat di jenjang sekolah selanjutnya.
Disinilah, peran seorang guru amat sangat penting bagi perkembangan jiwa sosial anak di kelas. Karena, selain sebagai pengajar guru adalah orangtua kedua bagi anak selama ia di sekolah. Maka dari itu, menjadi seorang pengajar tidaklah mudah begitu banyak yang harus diberikan kepada muridnya mulai dari etika bersosial, pengetahuan umum dan alam, dan tentu yang paling utama yaitu memberikan suntikan semangat belajar dan memberikan kesan belajar yang menyenangkan bagi para siswanya.